Selasa, 20 Desember 2011

konsultan


      “Sorry, ya. Gue pergi duluan.!” Kata Vita, sahabatku.
Aku menganggukkan kepalaku, mengiyakan. Lalu kami saling mencium pipi dan setelah itu berpisah. Sementara, ia pergi bersama kekasihnya dan aku masih duduk di bangku kantin kampusku.
Sudah sering sahabatku mencurahkan hatinya padaku tentang kisah bahagia dan dukanya bersama kekasihnya. Aku hanya menjadi pendengar setia saja. Tapi terkadang, aku juga memberikan advis untuk memotivasinya. Namun sayangnya, saranku hanya sekedar angin lalu saja baginya.
Pernah suatu hari ia datang padaku sambil menangis tersedu. Ia berkata, “kenapa sih, dia ga pernah ngertiin perasaan gue? Dia selalu aja sibuk sama bola, kuliah, temen-temennya..”
Lalu ku jawab. “makanya, kalau masih pacaran jangan punya perasaan berlebihan!”
“memangnya ga boleh?”
“bukannya ga boleh. Tapi khawatir, kalau seandainya kalian putus dan perasaan itu sudah terlanjur dalam maka nantinya perasaan itu hanya akan menghambat masa depan lo aja!” nasehatku.
“telat, lo ngomongnya. Gue udah terlanjur cinta gila sama dia” sahutnya.
Aku menghela napas panjang, tak berkomentar lagi.
Lalu ia kembali bertanya. “tapi sebenarnya, wajar ga sih kalau dia sibuk sama yang lain dari pada sama gue?”
“wajar aja.” Jawabku.
“tapi bukan berarti menghindarkan?!”
“jelas, menghindar!”
“kok gitu?” tanyanya terkejut.
“karna dia khawatir, kalau kalian sering berduaan maka Iblis akan merasuki dengan membawa persepsi keliru kemudian menghasut dan menyesatkan kalian dengan jalan zinah. Itupun kalau seandainya benar cowok lo adalah cowok yang benar-benar beriman.”
“tapi bukan berarti dia udah ga peduli sama gw kan?!” tanyanya lagi masih penasaran.
“ya enggak lah, sayang. Kalau emang bener, cowok lo seperti yang gue bilang tadi. Berarti, dia emang bener sayang sama lo dan bukan berarti dia udah ga peduli lagi dengan princess nya yang bawel ini, karena itu Cuma bentuk lain dari kehati-hatiannya untuk selalu bisa jaga kehormatan lo.” Mendengar penjelasanku, ia terdiam sejenak sambil berpikir sesuatu. sepertinya ia sudah mulai mengerti.
                                                     ***
Suatu ketika datang lagi seorang temanku. Namanya, Ega. Ia meminta saranku untuk permasalahan yang sedang di hadapinya. Ia mempunyai kekasih yang posesif. Selalu memintanya berubah menjadi yang diinginkan dan selalu ingin memilikinya sepenuhnya.
“Diva, gue BT banget nih.” Curhatnya padaku.
“BT kenapa? Butuh Tatitayang?!” gurauku.
“Iiih, please deh. Jangan becanda!” semprotnya sewot.
Aku tertawa kecil menanggapinya.
“serius nih. Masa sih, dia nyuruh gue pake jilbab..” keluhnya.
Aku terhenyak, lalu tertawa lagi.
“Diva! Gue serius.” Sentaknya.
“iya gue udah tahu.”
“trus, kenapa ketawa-ketiwi aja dari tadi?” dampratnya lagi.
“enggak. Gue Cuma lagi ngebayangin aja kalau lo pake jilbab.” Ejekku.
Ega ngambek. “terus, gw harus gimana?”
Lalu ku jawab. “lo sayang ga sama dia?”
“sayang sih.”
“kok ada ‘sih’ nya?” tanyaku heran.
“habisnya, dia sering minta yang aneh-aneh dari gue. Gue jadi BT.”
“lo turutin permintaannya?”
“kadang-kadang. Kalau permintaannya masuk akal.”
“trus, kalau permintaannya yang sekarang, menurut lo ga masuk akal tapi masuk angin?”
Ega tertawa kecil, kemudian berpikir sejenak. Lalu menjawab. “..gimana ya? Gue pasti ga pantes lah kalau pake jilbab.”
“kata siapa ga pantes? Justru, setiap perempuan itu keliatan cantik kalau pake jilbab.”
“jangan ikut-ikutan kaya cowok gue deh!” sergahnya.
“lho. Gue beneran kok.”
“ya, tapi kenapa lo sendiri ga pake jilbab.?”
“itu dia masalahnya..” ledekku.
Lalu kami saling melemparkan pandangan sejenak. Kemudian tertawa renyah.
“dalam agama kita, sangat dianjurkan menutupi aurat termasuk memakai jilbab. Tapi masalahnya, kita udah siap apa belum?”
“itu dia masalahnya..” ujar Ega meniru ucapanku, yang kemudian mengundang tawa lagi.
“jangan sampai, kita melakukan sesuatu pekerjaan itu bukan karena Allah. Melainkan karena orang lain. Sebab, hal itu bisa membuat Allah cemburu. Lagipula, Cuma Allah yang berhak mendapatkan kerelaan hati kita untuk setiap niat kita.”
“daleeeeem” sahutnya.
“jangan becanda lo! Lagi ngomongon Allah, nih.” Semprotku bergurau.
“eitz. Kan kita ga boleh ngomongin orang. Dosa!”
“Allah kan bukan orang.”
“Oh, iya ya.”
Kami terdiam sejenk.
“jujur aja sih, gue belum siap pake jilbab.” Kata Ega kembali membuka pembicaraan kami.
“bilang aja begitu, sama dia.” Saranku.
“udah. Tapi, dia bilang kalau ga di coba sampai kapanpun gue ga akan siap.”
Aku tak menjawab. Kalau boleh jujur. sebenarnya apa yang dikatakan oleh pacarnya Ega benar, jika kita ada niat maka kesiapan itu akan menyusul dengan sendirinya. Tapi aku tak berani berkomentar lebih banyak, karena aku sendiri belum melaksanakannya dan aku takut bila aku menyuruh orang lain untuk berbuat sesuatu yang aku sendiri tak melakukannya, maka amat besar murka Allah padaku. Dan aku takut untuk mempertanggung jawabkannya di Negri Allah, kelak. Lalu aku berkata. “bilang aja Insha Allah, dan minta doanya supaya lo dikasih kesiapan lahir bathin untuk bisa menutup aurat sesuai anjuran islam. tapi juga sambil lo usahain!” saranku.
“iya, deh. Nanti gue bilang begitu dan Insha Allah, akan gue usahain untuk make jilbab.”
Alhamdulillah.
Beberapa hari kemudian. Aku melihat Ega mengenakan pakaian tertutup lengkap dengan jilbabnya. Subhanallahs. Kalau Allah berkehendak, maka hal yang sulit akan menjadi mudah. Dan Allah memberi hidayah melalui siapa, apa dan bagaimana sekehendaknya.
Mudah-mudahan, Allah juga berkehendak memilihkanku jodoh yang baik, taqwa dan penyayang. Amin.

                                                     ***

Kemarin, teman ku yang satu lagi datang. Namanya, Indie. Dia bermaksud meminta solusi padaku bagaimana cara memposisikan dirinya disaat ia sudah memiliki pasangan. Pasalnya, ia selalu saja di nilai salah dalam bergaul dengan teman-temannya oleh pacarnya. Alasannya, ia terlalu dekatlah dengan teman lelakinya atau terlalu urakan. Padahal, menurutnya ia sudah bersikap biasa saja. Jadi apanya yang salah?
“bisa jadi, apa yang kita anggap baik belum tentu baik pula buat orang lain. Begitu juga dengan sikap kita.” Nasehatku.
“jadi, gue harus gimana? Masa, gue ketawa aja ga boleh kenceng-kenceng.” keluhnya memelas.
“ya jelas aja, kalau lo di larang ketawa kenceng-kenceng. Lo tahu ga sih, kalau sebenernya aurat perempuan itu bukan Cuma dari ujung rambut sampe ke telapak kaki, kecuali muka dan telapak tangan? Melainkan, suara juga termasuk ke dalamnya.” Nasehatku.
“pantes, lo ga pernah bicara keras atau ketawa terbahak-bahak.” Katanya mengoreksiku. “tapi, gue kan udah terbiasa dengan semua itu.”
“justru itu, mulai sekarang lo harus ngerubah semua kebiasaan buruk itu.”
“tapi, ga mudah buat gue kalau harus mendadak berubah.” Keluhnya.
“perlahan! Karena setiap klimaks, selalu di awali dengan proses.”
“iya, gue tahu. Semua pasti ada prosesnya. Tapi gue ga bisa.”
“ga bisa, apa ga mau?” celetukku.
“gimana ya? Gue kan masih mau main dengan teman-teman gue yang lain.” Ujarnya memelas.
“ga ada yang larang lo main dengan teman-teman lo. Tapi, asalakan lo bisa membatasi diri dengan mereka!” nasehatku.
Ia pun tak bertanya lagi padaku. Sepertinya ia sudah menemukan letak kesalahannya atau karena takut aku komentai lagi?.
Kalau dipikir-pikir. Apa lebih baik aku buka praktek konsultasi pra nikah aja ya? Hehe. Habisnya, banyak banget yang sering curhat ke aku. Padahal, aku sendiri belum punya pasangan. Kalau boleh di bilang pengalaman pacaranku ga terlalu luas di banding teman-temanku yang sering curhat. Dalam setahun, mereka bisa lima sampai delapan kali ganti pasangan. Tapi, aku. Dalam setahun, satu aja belum tentu. Tapi justru, mereka malah lebih percaya dengan saranku. Dan berkat curhatan merekalah, aku jadi makin banyak tahu tentang sisi baik dan buruk seorang laki-laki serta bagaimana cara menghargai pasangan. Oleh karena itu, aku jadi makin hati-hati dalam memilih pasangan hidupku. Bukan bermaksud untuk belagu. Tapi, usaha boleh kan?! Asal ga terlalu menaruh harapan pada usaha dan rencana kita. Karena semuanya bisa berubah sekejap mata bila Allah menghendakinya.
                                                     ***
Pagi ini. aku sendiri di taman kampus. Ga ada yang curhat. Mungkin mereka lagi ga punya problem kali ya?
Iseng juga sendiri tanpa mereka-mereka yang sering curhat. Memang nasib jomblo seperti ini. punya temen, tapi datengnya kalau lagi butuh saran doang. Ehm, aku jadi pengen cepet-cepet punya pacar nih. Biar ga jomblo sampe jompo. Haha.
Tiba-tiba. Saat aku sedang asik baca buku di taman, seorang diri. Teman sekelasku datang menghampiri. Ia seorang pria tampan dengan lesung pipit yang menawan. Kullitnya sawo mateng dan senyumannya manis, tuh kan sampe di semutin.
“hai, Diva.” Sapanya hangat.
Aku jadi salah tingkah. Aku ga pernah mengkhayal bakal di deketin begini sama cowok keren satu ini. pasalnya, ia adalah idaman cewek-cewek kampusku. Bahkan, ke tiga sahabatku sempat naksir sama dia. Tapi sayangnya, cowok satu ini, terbilang pendiam dan ga banyak gaya. Jadi terkesan susah di deketin sama cewek-cewek agresif lainnya.
“hai..” jawabku gerogi.
“gue boleh duduk di sini?”
“boleh..” jawabku makin gerogi.
Lalu. Ia pun duduk di samping kiriku. Lama kami terdiam. Hanya sesekali saling melempar pandang dan tersenyum seadanya. Waduh, kayak gimana ya, kalau senyum seadanya? Ya gitu lah kira-kira.
Lalu aku memberanikan diri membuka pembicaraan. Aku berkata. “lagi nungguin orang ya?”
Ia menatap ke arahku sebelum menjawab. “ga juga. Aku Cuma mau duduk bareng kamu aja.”
Ya ampyun! Ga nyangka banget deh. Aduh, jadi melayang ga nginjek bumi nih, bisa-bisa.
“ga papa kan, kalau aku duduk di sini?” tanyanya memastikan.
Aku mengangguk gugup.
“sebenarnya, aku udah lama banget mau deket sama kamu.” Akunya, bikin aku makin mati gaya.
“oh, ya?” tanyaku terkejut.
“aku kagum sama prestasi kamu.”
Prestasi? Prestasi yang mana? Perasaan aku bukan mahasiswi teladan di kampus ini. wah, jangan-jangan dia salah orang nih. “sorry, prestasi apaan ya?” tanyaku penasaran.
“masa ga tahu sama prestasi sendiri? Itu lho, pemecah rekor jomblo.” Guraunya.
Astaghfirullah! Kirain prestasi apaan?. Aku tak menjawab. Aku hanya tertawa bersamanya.
“ga bosen ya, jadi jomblo?” ejeknya.
Aku tertawa kecil mendengar pertanyaannya. Kemudian menjawab. “bosen juga sih. Tapi belum ada yang naksir. Gimana donk?” gurauku.
“kalau aku yang naksir, gimana?” tembaknya dengan senyuman manis pula.
Aku terbelalak. Takjub.
“ga minat ya?” tanyanya sedikit terlihat kecewa.
“enggak kok. Minat!.” Samberku keceplosan.
Ia tertawa senang. Lalu kembali berkata. “mau ga jadi pendamping aku?”
“pendamping?” tanyaku tak paham.
“pendamping itu, lebih dari sekedar pacaran. Aku mau ngajak kamu ke hubungan yang lebih serius dan berlanjut kepelaminan.” Ujarnya sungguh-sungguh.
Aku terbelalak. Tak menyangka. Semuanya terjadi begitu cepat. “kita belum saling kenal lebih jauh.”
“mau sejauh apa?” tanyanya.
“identitas, keluarga, sifat..” kataku hati-hati.
Tak lama kemudian. Ia mengeluarkan sesuatu dari dompetnya yang ia ambil dari saku belakang celananya. Lalu ia memberikan sebuah KTP nya padaku seraya berkata. “ini, identitasku. Selanjutnya, aku akan bawa keluargaku ke rumah kamu dan biar mereka yang beri tahu kamu mengenai sifatku.” Katanya yakin.
Aku makin tak menduga. Ia benar-benar serius dengan ucapannya. Singkat cerita. Aku menerimanya. Kemudian, aku menceritakannya pada sahabat-sahabatku. Seperti aku, mereka pun tak mempercayainya. Mereka benar-benar merasa iri dengan ku.
Aku bisa pamer sekarang. Hehe. Tapi, ga boleh begitu juga dong. Kita harus tetap rendah hati dan tidak sombong serta harus rajin menabung pula. Haha..
Alhamdulillah. Bila kita mau bersabar dan ikhtiar untuk mendapatkan jodoh yang baik. Maka, kita akan mendapatkannya sesuai dengan pribadi kita. Karena sesungguhnya, pasangan hidup kita adalah cerminan dari diri kita.
So, ladies. Berbaik prilakulah agar mendapat pasangan yang baik pula. Jangan pecicilan ya. Karena sesungguhnya, cowok yang baik itu selalu menginginkan cewek yang baik juga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar