Sebagai guru,
aku dituntut untuk bisa memahami dan mendidik anak-anak murid dengan berbagai
sifat dan kemampuan anak tersebut. Ada murid yang cerdas, mudah di arahkan,
hiper aktif, pasif, agresif. Hal itu membuat ku terkadang menjadi stres dan tak
terkendali.
Serumit inikah
menjadi seorang guru? Jawabnya tentu saja iya. Saat menghadapi anak yang
cerdas, penurut dan mudah mencerna apa yang disampaikan, hal itu akan menjadi
kebanggaan tersendiri dan tentu pula aku tidak perlu repot-repot mengulang apa
yang ku sampaikan. Namun, saat sangat merepotkan dan makan hati. tapi, itulah
suka dukanya mengajar anak-anak TPA.
Aku mulai
menikmatinya dan banyak belajar dari mereka. bahwa, kehidupan anak-anak itu
adalah bermain. Kehendak mereka tidak bisa dipaksakan. Karena mereka belum bisa
memahami apa yang dialami dan diingini oleh orang dewasa. Oleh sebab itu, aku
mencoba memasuki dunia mereka untuk bisa bersatu dengan mereka serta bisa
memahami apa yang mereka inginkan sehingga apa yang akan dan telah ku
sampaikan, bisa dicernanya dengan baik dan mudah.
Cara menghadapi
anak yang terlalu banyak inter mizo (istirahat):
Aku memiliki
murid yang bisa dibilang dia tidak memiliki tanggung jawab terhadap
kewajibannya sebagai murid. Misalnya, saat diminta untuk menulis maka ia
menawarnya. (tolong kerjakan hal 1 dari no 1 sampai no 5. Lalu ia menawarnya
dengan berkata “nulisnya sampai 3 aja ya,
bu?”). huuuuufffhhh... dasar anak-anak, memangnya dia pikir di pasar
apa? Hehehe.
Lalu terkadang
aku memakluminya, tapi aku juga lebih sering memberikan pengertian kepadanya
bahwa tugas itu adalah kewajibannya yang tidak boleh diabaikan atau
ditawar-tawar. Tugas itu, nantinya akan membantu menambah nilai kalian dan akan
membuat kalian makin pintar.
Anak yang
kebanyakan istirahat dalam mengerjakan tugasnya, seperti saat diminta untuk
menulis apa yang ditulis oleh guru dipapan tulis, ia kebanyakan bengong atau
bermain.
Seperti aku
menuliskan sebuah kata “aku sayang mama”. Si anak tersebut, menulisnya perhuruf
atau perkata, namun lebih sering berhentinya atau istirahatnya atau bermainnya.
Sehingga terkesan nulisnya lama. Untuk menghadapi anak yang seperti ini, aku
selalu mengingatkannya serta memberikan pengertian agar ia tahu kewajibannya
yang harus diselesaikan. Aku berkata padanya “..kalau kamu nulisnya lama, nanti
kamu bisa tidak naik kelas lho.” Dengan nada penuh cinta, jangan dibentak!. Tatap
matanya penuh kasih dan perhatian. Alhamdulillah, anak itu mulai bisa menyadari
tanggung jawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar