Rabu, 21 Desember 2011

first love (eps. 1)


 Masa sekolah adalah masa yang paling indah. Masa, dimana aku memiliki banyak teman. Banyak cerita dan juga ada cinta.
Kunikmati persahabatan kami. mulai dari senang sampai sedih, dari tangis hingga tawa. Mereka memang sahabat yang baik. Mereka selalu bisa memahamiku dan akupun belajar untuk memahami mereka, walau belum bisa sepenuhnya memahami mereka.
Aku bersahabat dengan dua orang teman sekelasku. Namanya Sabrina dan Pithri. Sabrina orangnya cantik dan menarik, tapi ia pemilih dalam segala hal. Berbeda dengan Pithri, ia orang yang netral dan cuek. Kalau aku.. aku adalah orang yang tak pernah bisa mengungkapkan keinginanku kepada orang lain. Hingga akhirnya, aku hanya selalu memendamnya sendiri tanpa tahu apa yang harus di lakukan. Kami bertiga memang bersahabat, tapi kami berbeda. Baik dari fisik maupun sifat. “Ya jelas lah beda, kita kan bukan anak kembar yang terlahir dari satu rahim yang sama.” Itulah jawaban kami kalau ada yang komentar tentang perbedaan di antara kami.
Suatu ketika. Sabrina di taksir oleh teman sekelas kami juga. Namanya Chandra. Ia adalah ketua kelas kami. orangnya tak terlalu ganteng, tapi cukup tajir. Bahkan, belum jadian dengan Sabrina pun ia selalu mentraktir kami makan di tempat yang spesial.. tak jarang juga, ia memberi kami benda-benda mahal. Seperti gelang tangan, kalung, baju dan lain-lain. Meski sudah sering pula aku dan Pithri menyindirnya dengan kata-kata. “..nyogok kita nih, supaya di comblangin sama Sabrina?”. Tapi  jawabannya hanya, “..enggak lah.. gue bukan orang kayak gitu, kali.”
Jawabannya tak kami hiraukan, yang penting pemberiannya. Hehe..
Sebenarnya Sabrina tak suka bila Chandra sering memberi kami ‘sesuatu’. katanya, “kalian kenapa sih, selalu nerima pemberian dari Chandra?” ujarnya ketus.
“kenapa? Iri ya. Bilang aja lo juga mau. Ya kan?” godaku.
Pithri tertawa renyah menanggapi ucapanku. Namun, Sabrina justru marah padaku. Aku jadi tak enak hati dengannya. Lalu, aku coba membujuknya agar ia mau baikkan denganku. Setelah beberapa saat berusaha merayunya dengan iming-iming ku traktir makan mie ayam favorit kami, akhirnya ia luluh juga. Lalu aku berkata. “..tapi, yang bayar Chandra, lho.” Ledekku lagi. Sabrina kembali ngambek. Tapi segera ku ralat kata-kataku. “bercanda, kok.”.
**
Keesokkan paginya. Aku datang ke sekolah terlalu pagi, karena hari ini aku harus menyiapkan data-data untuk di bawa ke rapat Osis, jam pulang sekolah nanti. Tentunya setelah aku konfirmasi ke ketua Osis terlebih dulu. Yaitu, Fadhil. Ia adalah orang yang tegas dan penuh ambisi. Tapi ia bukan orang yang egois. Tak heran bila ia di gemari kaum hawa seantero sekolah kami. pasalnya, selain wajahnya yang tampan. Ia juga menduduki tempat jawara, karena kecerdasannya. Terlebih lagi, kini ia menjabat menjadi ketua Osis. Lengkap sudah kesempurnaanmu, Nak!
Lalu aku menghampiri Fadhil di perpustakaan, karena sebelumnya kami sudah janjian akan bertemu di sana. Lalu, tanpa maksud lain aku segera memberikan dokumen tersebut ke padanya dan segera bergegas pergi.
Tiba-tiba ia memanggilku kembali. “Wulanda!”
Langkahku terhenti. Lalu ku balikan badanku ke arahnya.
Kemudian ia berkata lagi setelah kami saling berpandangan. “..datanya masih ada yang salah. Tolong bantuin gue, perbaikinya ya.” Pintanya santun. Dan ia memang selalu santun dengan siapa pun. Enggak heran deh, kalau aku juga masuk nominasi kategori penggemar beratnya. Tapi, aku jauh lebih beruntung di banding Fans Loversnya Fadhil yang lain. Sebab, aku bisa dekat dengan Fadhil kapan saja di mana saja. Karena aku adalah sekertarisnya.
Hhuuuhf. Baru jadi sekertaris saja, sudah bangga benar.
Lalu aku menganggukkan kepala, mengiyakan. Lalu kami segera mengambil posisi di depan komputer perpustakaan. Lalu tanganku mulai kreatif menekan keyboard, meralat data-data yang salah. Sementara Fadhil yang memberi instruksi.
Makin lama, semakin banyak murid yang sudah berdatangan. Tak sedikit pula Fans Loversnya Fadhil masuk ke dalam perpustakaan setelah mereka tahu bahwa idolanya ada di dalam.
Aku jadi risih, setelah makin marak cewek-cewek ini tebar pesona dengan idolanya. Tapi, Fadhil tak bergeming. Ia tetap fokus denganku. Eh, maksudnya dengan tugasnya beersamaku.
Banyak yang bilang kalau sebenarnya aku punya banyak ke sempatan untuk bisa jadi pacarnya Fadhil karena kami sering bertemu dan bertukar pikiran. Ada juga yang bilang, kalau seandainya aku bisa lebih agresif lagi, seperti para Fansnya, maka pasti Fadhil akan tertarik denganku. Tapi, aku hanya bisa berkata. “maaf, ya. gue bukan cewek seperti itu.” Sangkalku. Padahal, kalau boleh jujur. Sebenarnya aku mau banget melakukan segala cara untuk mendapatkan cintanya. Tapi, inilah aku. aku orang yang pasif dan ga bisa mengungkapkan apa yang ku inginkan.
Akhirnya, kami sudah menyelesaikan data-data tersebut.
“terima kasih ya, Wulanda.” ujarnya dengan senyuman manis.
“iya, sama-sama.” Jawabku dengan senyum simpul menahan deg-degan yang sudah dari tadi ku rasakan mulai dari pertama bertemu dengannya.
Padahal ini bukan pertama kalinya aku bertemu dengannya. Tapi, entah mengapa aku selalu kena demam Fadhil setiap kali bertemu dengannya.
“Ya Allah. Semoga ini bukan pertanda buruk untukku. Aamiin.”
                                         **

Sepulang sekolah. Para anggota Osis berkumpul di ruang Osis untuk melaksanakan rapat mengenai artikel sekolah yang akan di luncurkan seminggu lagi.
Chandra, yang juga teman sekelasku sekaligus ke tua kelasku. Ia bertugas membuat artikel tersebut yang bertemakan ‘seks bebas di kalangan remaja’. Namun, hingga kini artikel tersebut belum juga selesai.
“kenapa belum lo selesai’in?” tanya Fadhil tegas.
Lalu. Belum sempat Chandra menjawab. Tiba-tiba Pithri nyeletuk. “kebanyakan mikirin Sabrina, sih!”
Semua yang berada di ruang rapat, kontan menyoraki Chandra menimpali ucapan Pithri. Kecuali Sabrina yang merengut.
“ah. Enggak, juga.” Sangkal Chandra dengan muka memerah karena malu.
“terus, kenapa belum di serahin ke gue?” tanya Fadhil lagi.
“ya udah. Gue minta waktu satu hari lagi. Pasti gue serahin ke lo.” Katanya yakin.
Fadhil menghela nafas dan berpikir sejenak sebelum berkata. “tapi, kalo sampai lo ga selesaikan artikelnya, gue akan kasih lo sangsi!” ancem Fadhil tak main-main.
“iya..” jawab Chandra, sedikit gentar.
Rapat break.
Di sela-sela break. Tiba-tiba Agustin heboh dengan cerita barunya yang ia kutip dari sebuah radio. Lalu Agustin berkata. “eh, mau denger cerita lucu ga?” tanyanya ke seluruh anggota rapat.
“mau dong.” Sahut Pitri dan Sabrina nyaris berbarengan. Mereka berdua sudah sering mendengar cerita lucu dari Agustin yang mampu memancing gelak tawa mereka. makanya, saat Agustin menawari mereka untuk mendengarkan ceritanya, lantas saja mereka penasaran.
Sementara yang lain tak menjawab. Tapi, masing-masing mereka menyiratkan keinginan untuk mendengarkannya juga.
Agustin memulai ceritanya. “..suatu hari, pada jaman nabi Sulaiman. Waktu para binatang masih bisa bicara. Ada seekor tikus dan Emak tikus lagi jalan di pinggir got..” cerita Agustin terputus karena Lalang keburu nyamber kata-katanya.
“..emang jaman dulu ada got?” selak Lalang.
Yang lain tertawa kecil mendengar pertanyaan Lalang yang meledek.
“udah, sih. Anggap aja ada.” Sahut Agustin nyolot sambil tertawa mmengekeh kecil. Lalu Agustin kembali bercerita. Katanya, “..mereka jalan sambil cerita. Tiba-tiba, di atas kepala mereka ada seekor kelelawar yang terbang.” Kata Agustin sambil menirukan kelelawar terbang dengan menggunakan tangannya seraya menirukan suara kelelawar tersebut. “Weng..”
“boleh request ga?” protes Lalang lagi. “suara kelelawarnya jangan ‘weng’ dong! Ga enak banget di dengernya.”
Yang lain jadi tertawa mengikik mendengar ucapan Lalang. agustin merengut, karena sejak tadi ia selalu di protes oleh temannya yang nyebelin ini. lalang memang orang yang super duper nyebelin. Pasalnya, ia suka menjaili teman-temannya yang lain, terutama Agustin.
“udah sih, Lang. Jangan protes melulu!” gertak Agustin, namun dengan tawa pula. Karena ia juga menyadari bahwa suara kelelawar yang ia ciptakan itu memang aneh.
“bukannya, gitu. Masalahnya nanti kalo gue mau cerita lagi ke orang, masa suara kelelawarnya bunyinya ‘weng!’?” goda Lalang lagi.
Yang lain tertawa lagi.
“weng!” ledek Lalang lagi meniru gaya Agustin sebelumnya saat ia menirukan kelelawar terbang. Yang lain kembali tertawa menimpali gurauan Lalang.
“Lang! Ga gue lanjutin lagi nih!” kata Agustin ngambek.
“orang, tadi ada kelelawar lewat.” Ledek Lalang tak henti-henti.
Yang lain tertawa kecil lagi menimpali guyonan Lalang.
Lalu Agustin pun melanjutkan ceritanya. Sementara yang lain menyimaknya dengan seksama. Lalang pun tak berkomentar apa-apa lagi sampai Agustin selesai bercerita. Agustin berkata. “terus, si tikus nanya sama emak tikus. Katanya, “mak, mak. Barusan apaan yang lewat di atas kepala kita, mak?”. Terus emaknya, ngejawab. “oh, itu namanya kelelawar, nak.” Terus si tikus bertanya lagi sama emaknya. “mak, mak. Tapi kok, mukanya mirip kita sih?” terus emaknya menjawab. “iya, nak. Sebenernya kelelawar itu masih sodara sama kita. Cuma waktu dia sekolah, dia ngambil jurusan penerbangan.” Cerita Agustin.
Lalu yang lain tertawa biasa. Kemudian, terdengar suara Fadhil berkata. “udah, Cuma gitu doang ceritanya?” tanya Fadhil karena tak puas dengan ending ceritanya.
Kemudian Lalang berkata. “sebenernya, masih ada lanjutannya lagi.”
Yang lain heran. Termasuk Agustin. Lalu Agustin berkata, “udah habis kali ceritanya.”
“iih, ga percaya. Kan, terus si tikusnya ngomong lagi sama emaknya. Katanya, “Mak, untung ya aku sekolahnya ga ngambil jurusan penerbangan.”
“kok bisa? Kenapa?” sekarang giliran Agustin yang protes.
Lalu di jawab oleh Lalang. “iya, soalnya kalau aku sekolah jurusan penerbangan, nanti terbangnya bunyinya ‘weng!” ledek Lalang setengah tertawa, masih dengan topik awal sewaktu Agustin menirukan suara kelelawar dengan suara dan kata-kata yang aneh.
Yang lain tertawa terbahak. Tak terkecuali Agustin.
“sarap lo!” semprot Agustin.
                                                     **

Usai rapat Osis. Aku dan Pithri bergegas pulang. namun, sejak tadi kami tak melihat Sabrina.
“Sabrina kemana ya?” tanyaku pada Pitrhi sambil celingukkan mencari sosok Sabrina.
“kayaknya, tadi masih di ruang rapat deh.” Sahut Pithri.
Lalu kami memutuskan untuk menunggu Sabrina. Tapi, sudah setengah jam berlalu ia belum juga muncul-muncul di depan kami. Lalu aku berinisiatif untuk menelponnya.
“hallo..” sapa Sabrina setelah mengangkat telepon dariku.
“..lo dimana?” tanyaku, masih sambil celingukkan.
“eh, sorry. Gue udah nyampe rumah. Tadi gue pulang di anterin Fadhil.” Jawabnya dengan nada senang tanpa rasa bersalah.
Mendengar hal itu. Aku tak menjawab dan tak berkata apapun lagi. Aku lantas saja memutus hubungan teleponku.
“kenapa, Lan?”
“dia udah pulang.” jawabku dengan roman kesal.
“iih, ngeselin banget ya. Kita udah capek-capek nungguin, malah di tinggalin!” dumel Pithri sewot.
Lalu aku dan Pithri segera meninggalkan sekolah dan kemballi ke rumah masing-masing.
Aku kesal, bukan karena Sabrina meninggalkan kami tanpa pamit terlebih dulu. Tapi aku jadi marah saat ia bilang kalau ia pulang di hantar oleh Fadhil.
Harusnya, aku tak boleh marah. Lagi pula, Fadhil bukan siapa-siapa aku. ya kan?
Ga tahu kenapa, belakangan ini aku jadi sering cemburu kalau Fadhil dekat dengan cewek lain. Padahal sebelumnya, aku selalu bersikap biasa saja layaknya Fans Loversnya yang lain, yang selalu mengelu-elukannya. Tapi kini, aku jadi sering mikirin dan kebayang-bayang dia, bahkan pernah sampai ke bawa mimpi.
Ya Ampun! Wajarkah ini?
Beberapa menit kemudian setelah aku sampai di rumah. Sabrina menelponku. Ia meminta maaf padaku karena telah meninggalkanku dan juga Pithri. Tanpa panjang lebar, aku langsung saja memafkannya. Kemudian, karena rasa penasaranku aku memberanikan diri untuk bertanya padanya mengenai hubungannya dengan Fadhil.
Lalu ia menjawab. “gue lagi pendekatan..”
Oh, ya ampun. Aku lemas mendengarnya. Jujur saja, kalau aku di suruh untuk bersaing dengan Sabrina nyaliku sudah ciut duluan. Secara, dia adalah cewek tenar dengan kecantikan luar biasa dan anggun pula serta lemah lembut, tentunya percaya diri tinggi. Terlebih lagi ia adalah ketua kelompok Chiliders. Ekskul terpopuler di sekolah kami. sedangkan aku, aku hanya anggota Chiliders dan aku mungkin bukan orang yang menarik.

                                         Bersambung


 

Selasa, 20 Desember 2011

Rahasia di balik kuasa Allah


            Hari ini, kami sekeluarga berbahagia. Karena ibu kami telah melahirkan bayi mungil yang kelak akan menjadi adik bungsuku. Namun, beberapa menit kemudian setelah melahirkan adikku. Ibuku mengalami pendarahan hebat hingga tak bisa tertolong lagi nyawanya. Kabar yang semula bahagia ini, kini berubah menjadi isakan tangis memilukan. Ibu telah meninggal dunia. Meninggalkan ayah, aku dan kedua adikku.
Kami menangis sejadi-jadinya. Pikirku, tak apa bila ibu meninggalkanku. Tapi, bagaimana dengan kedua adikku yang masih kecil-kecil. Apalagi, satu adikku baru saja terlahir dengan harapan besar. Pastinya, ia lah yang paling membutuhkan kasih sayang ibuku saat ini.
Lalu, semeninggalnya ibuku. Ayah, aku dan adikku yang masih duduk di sekolah dasar kelas 3 ini, saling bahu membahu mengurus rumah dan adik bayi kami.
Setiap pagi, ayah berangkat kerja berbarengan dengan adikku yang di sekolah dasar. Sementara aku, merapihkan rumah dan mengasuh adikku yang masih bayi. Siang harinya, setelah adikku pulang sekolah, kini giliranku yang berangkat sekolah. Untunglah sekolah kami tak jauh dari rumah, sehingga kami tak pernah telat ke sekolah. Namun, sebelum aku berangkat sekolah, aku selalu menyiapkan makan siang untuk adikku. Aku pun tak lupa mengajarkan adikku untuk membuat susu untuk adik bayi kami.
Sebenarnya, aku tak tega meninggalkan adik-adikku di rumah. Tapi, apa boleh buat. Kami tak punya saudara dekat yang bisa membantu pekerjaan kami, terlebih lagi kami hanya orang biasa yang tak mampu membayar pembantu.
Setiap hari, aku selalu di liputi rasa khawatir bila aku meninggalkan mereka untuk ke sekolah. Tapi, apabila sudah pukul 16.00. rasa khawatirku berkurang. Karrena biasanya ayah sudah pulang kerja dan adik-adikku tak sendirian lagi.
Setiap malam, ayah yang menjaga adik bayi kami. Suatu malam, adik kami menangis meminta susu. Lalu ayahku terbangun dan langsung membuatkan susu. Biasanya, kalau ayah membuat susu di tengah malam, aku selalu bangun untuk memnjaga adik bayi. Tapi, malam itu aku sangat mengantuk. Jadi ku biarkan saja adikku sendirian di kamar ayah.
Usai membuatkan susu untuk adik. Ayah langsung masuk ke kamar. Kemudian aku mendengar teriakkan ayah yang terdengar sangat kaget. “Astaghfirullahaladzim!!”
Mendengar teriakkan ayah, aku dan adikku lantas bangun dan menghampiri ayah. Setelah ku tanya. “ada apa, yah?”
Lalu ayah menjawab. “ga ada apa-apa, sayang.” Katanya menenangkan kami. “kalian tidur lagi ya!” ujar ayahku penuh cinta.
**
Suatu hari, aku tak sempat membuatkan makanan untuk adikku. Lalu, aku lupa memberitahukannya bahwa hari ini aku tak membuatkan makanan untuknya.
Setibanya di sekolah aku baru mengingatnya. “ya Allah. Aku lupa memberitahunya. Bagaimana ini? pasti dia lapar..” kataku dengan hati miris. Sepanjang hari, selama aku masih di sekolah, aku selalu memikirkan ke adaan adikku. Tapi, setelah pukul empat sore, perasaan cemasku hilang. Karena biasanya, ayahku sudah pulang. dan pasti ayah akan membelikan mereka makanan.
**
Gunjang-ganjing, gosip yang beredar semenjak mamaku meninggal. Banyak orang yang bilang, arwah mamaku menjadi gentayangan dan menyerupai kuntilanak yang kerap kali terbang dari pohon ke pohon dan berakhir di pohon depan rumah kami. Kemudian, menangis sedu dan terkadang tertawa cekikikkan. Sehingga, masyarakat di daerah rumah kami tak berani keluar rumah setelah usai adzan maghrib berkumandang. Apalagi, bila harus melewati rumah kami.
Tapi, kami tak lantas mempercayai mereka begitu saja. Mana mungkin, orang yang sudah meninggal bisa menjadi setan? Bukankah, sudah jelas perbedaan antara manusia dan setan?!
Sebenarnya, saat mereka membicarakan mamaku yang berubah menjadi kuntilanak. Aku sangat ingin menampar wajah orang tersebut. Tapi, aku tak boleh terbawa emosi. Aku harus buktikan, bahwa mamaku bukan kuntilanak, seperti yang di bicarakan banyak orang.
Pagi ini, aku sedang sibuk mengerjakan pekerjaan rumah. Kebetulan adikku menangis. Namun, ku biarkan ia sejenak karena aku merasa tanggung dengan pekeerjaanku. Tak lama kemudian, adikku berhenti menangis. Biasanya, aku tak lantas melihat keadaan adikku. Tapi, kali ini aku ingin tahu apa yang menyebabkan ia berhenti menangis. Mungkin dia sedang bermain. Pikirku dalam hati.
Setelah ku lihat. “Astaghfirullah!!” gumamku. Jantungku berpacu kencang, lututku menjadi lemas, sekujur tubuhku gemetar. Aku inginn menangis, tapi tak kuasa. Benarkah yang kulihat ini? “mama?” panggilku lirih. Tapi ia tak menoleh ke arahku. Aku benar-benar ingin memeluknya karena terlalu merindukannya. Tapi, kakiku tak sanggup melangkah. Beberapa saat kemudian, mamaku menaruh adik bayiku di kasurnya lagi. Lalu pergi lewat jendela kamar dan menghilang entah kemana.
Setelah mamaku pergi, aku baru bisa menggerakkan tubuhku dan menghampiri adikku. Lantas ku peluk ia dan ku ciumi. “sayang.. apa selama ini, mama yang selalu jaga kamu?” kataku dengan air mata berlinang. “.maafin kakak ya..” ujarku tak kuasa menahan isak tangis. “terima kasih, mah.” Kataku lagi dengan nada lara.
Setelah kejadian tadi pagi. Malam harinya. Aku menceritakan kejadian yang ku alami pada ayah dan adikku.
Lalu ayah tersenyum sebelum berkata. “sayang, sebenarnya. Waktu malam itu, ketika ayah berteriak dan membuat kalian terbangun. Ayah melihat mama kalian sedang menyusui adik kalian. Dan hal itu terjadi setiap malam.” Cerita ayah. “kalian jangan takut ya. Mungkin, mama kalian merasa masih punya tanggung jawab yang harus di selesaikan dan mama kalian meminta ijin pada Allah untuk bisa melaksanakannya. Itu juga pertanda bahwa mama sayang kita semua.” Kata ayah membuat kami tenang.
Lalu adikku berkata. “aku juga sering liat mama, kalau aku dirumah Cuma berdua aja sama adik. Kadang-kadang, mama juga masakin buat kita kalau kakak ga masak”
Lalu aku dan ayah tercengang. “berarti, makanan-makanan itu mama yang buat?”
“iya.” Jawab adikku pasti.
Lalu aku bertanya pada ayah. “ayah, apa bener kalau orang meninggal karena melahirkan akan menjadi kuntilanak?”
Ayah menghela nafas panjang sebelum menjawab. “ga ada manusia yang setelah meninggal dunia menjadi setan. Apalagi, orang yang meninggal sehabis melahirkan, mereka termasuk orang-orang yang mati syahid atau mati dalam ke adaan di jalan Allah. Mereka itu, telah memiliki tempat khusus di sisi Allah. Dan kalau ada kuntilanak yang mirip dengan orang yang meninggal sehabis melahirkan, itu hanyalah setan yang menyerupainya.”
Mendengar penjelasan ayah, aku dan adikku jadi mengerti. Mulai sekarang, keluarga kami jadi terbiasa dengan ke hadiran mama kami. Meski sudah lain alam, tapi ia tetap mempedulikan kami.
“ya Allah, jadikanlah mama kami, termasuk golongan orang yang mendapat syafaat Rasul mu.” Doa ku.
“Amiiinnnn” sahut ayah dan adikku mengaminkan.


Kesempatan ke dua


 
Awalnya, ku pikir suatu hubungan itu hanya cukup di jalani dengan cinta saja. Tapi setelah di jalani, ternyata semua itu butuh kelihaian membaca hati, merayu dan janji-janji manis yang mungkin tak selalu dapat di tepati.
Kedengarannya aneh. Tapi, memang seperti itulah cinta yang bisa membutakan mata dan membuat tuli telinga serta membuat otak tak dapat menerima nalar.
Terkadang, kebohongan yang indah jauh lebih di butuhkan dari pada kejujuran yang mungkin menyakitkan. Entah mengapa, hampir semua insan yang mengalami jatuh cinta sering kali berpikir mengikuti kata nafsunya dari pada akalnya. Sehingga tak jarangn membuat mereka tersemai luka karna cinta.
Cinta itu buta, begitu kata pujangga. Cinta ini menyakitkan, bagi orang yang patah hati. Cinta bagaikan pelangi yang menambah semarak keindahan cakrawala, demikian kata orang yang terlena. Cinta ini membunuhku, begitu kata Demasiv. Cinta takkan pernah salah, kata Gita Gutawa dan Derbi Romeo. Ada apa dengan cinta, tanya Melly Goeslow. Lalu, bagaimana menurut versi kita tentang cinta?
Cinta itu tak dapat di tulis dengan pena dan dilukis dengan kanvas. Cinta seperti angin yang kadang membawa kesejukkan dan kehancuran. Tergantung di belahan jiwa yang mana ia tumbuh.
            Tak ada yang tahu, cinta seperti apa bentuknya. Ia bagaikan gelombang-gelombang yang menghantarkan sinyal ke permukaan hati yang kemudian menyampaikannya ke pikiran dan khayalan. Sehingga dapat menyita perhatian. Bila sinyal terlalu kuat, maka akan dengan mudah di tangkap maksudnya. Namun jika sinyal terkadang ada dan tiada. Maka, akan mengombang-ambingkan pikiran dan merusak khayalan karena ketidak pastian.
Saat mulutmu
Di penuhi oleh kata-kata cinta
Kau belum tentu tahu maknanya
Tapi..
Saat hatimu di penuhi olehnya
Mulutmu akan mulai berbicara
Tanpa kata-kata..
**

Kekasihku seorang gadis yang romantis, tapi suka menangis dan sangat suka buah manggis. Ia terlihat lucu kalau kebelet pipis. Kalau tertawa meringis, kalau senyum sok manis, kalau marah sadis. Penampilan kayak turis yang modis dan jungkies, hobinya bulu tangkis, kalau pergi naik bis, kalau nonton ga pernah beli karcis, maunya yang gratis-gratis. Haha..  
Aku sering membuatkan puisi untuknya. Kali ini, aku mau memberikannya puisi yang indah. Karena ia adalah anugrah terindah yang ku miliki saat ini. Tuhan sudah begitu baik padaku, telah memberikan kesempatan untuk bersamanya. Walau aku tak tahu bisa sampai kapan dengannya. Tapi sebisa mungkin, aku akan membahagiakannya selama ia bersamaku. Agar, kelak ketika ia tak lagi bersamaku ia akan tahu bahwa tak ada pria yang bisa membagiakannya sepertiku. Akan ku usahakan.
Gita cinta mengalun di keremangan lubuk hati
Mengoyak dinding kesendirian berganti dengan anyaman doa kalbu
Menumbangkan dinginnya malam dan menerbitkan
Hangatnya mentari pagi

Hasrat jiwa mengisyaratkan asmara
Tuk harum mewangi dalam setiap hela nafas..
Dalam tatap mata.. dalam tutur kata..
Dalam setiap gerak dan langkah raga..

Tak ku pungkiri..
Di dirimu.. ku temukan pualam kerinduanku
Bertahtakan intan kasih sayang..

(Fallin in Love)

**

“dave” sapa Seli, kekasihku.
“iya, sayang.” Sahutku penuh cinta. Namun saat ku lihat wajahnya, aku measa ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Cahaya wajah yang biasanya menyiratkan pesona cinta. Kini, berubah mendung menjadi seraut wajah pilu. “ada apa?” tanyaku penuh perhatian.
Ia hanya menundukkan kepalanya semakin larut.
Aku menggenggam tangannya, menenangkan. Tak lama kemudian, ia mengangkat wajahnya dan tersenyum palsu padaku. Aku makin gelisah dengan sikapnya.
“aku laper..” katanya dengan nada lirih.
Aku tertawa lepas mendengarnya. Kupikir ada masalah serius yang di hadapinya. Ternyata, ia hanya laper dan mungkin sedikit malu mengatakannya padaku. Lalu ku ajak ia ke sebuah tempat makan di pinggir jalan. Selama kami makan, ia tak henti-henti memandangiku setiap saat. Seakan ingin mengatakan sesuatu namun tertahan di bibirnya. Saat ini aku tak menaruh curiga padanya.
Sebenarnya, sudah beberapa hari ini hubunganku dan dia agak menjauh. Entah apa kurangku padanya. Tapi yang jelas, ia sedikit berbeda dari biasanya. Ia sering menolak bila ku ajak pergi dan ia pun mulai tertutup denganku. Padahal, dulu ia selalu berceloteh tentang masalah pribadinya tanpa ku tanya terlebiih dulu. Tapi beberapa hari ini, ia nampak menutup dirinya dariku.
Aku tak mau ambil pusing. Ku biarkan saja ia dengan rahasianya yang tak ingin di ketahui olehku. Aku sadar, tak semua yang di lakukannya harus ku ketahui. Masing-masing kami memiliki privasi, bukan?
Meski di benakku mengundang banyak tanya. Namun kuurungkan demi menjaga hatinya. Aku akan menunggu sampai ia yang bercerita.
“Apa masih ada yang bisa di pertahankan dalam hubungan kita, Dave?” tanyanya. Akhirnya membuka suara.
“maksud kamu?” tanyaku heran.
“aku..” katanya tak di lanjutkan.
“kamu kenapa?” tanyaku makin penasaran.
Ia menghela nafas panjang, sebelum berkata. “aku jenuh, Dave. Dengan hubungan kita.” Akunya.
Aku terbelalak kaget. “bukankah selama ini kita baik-baik aja?” kataku sambil mengingat-ingat.
“iya. Tapi, ga tahu kenapa aku ngerasa hubungan kita biasa aja. Ga ada yang istimewa.”
“memangnya kamu mau hubungan yang seperti apa?” tanyaku.
Ia tak menjawab. Lama kami terdiam tanpa bahasa kalbu yang biasanya menyertai bila kami saling diam.
“sekarang kamu mau apa?” tanyaku dengan nada pelan dan hati-hati.
“hubungan kita sampai di sini aja ya!” pintanya dengan nada yang makin lama makin hilang kepermukaan.
Aku terkejut. Apa salahku, apa dosaku padanya hingga ia memutuskan untuk meninggalkanku. Aku tertegun, terpana, trpaku.
“kamu kenapa?” tanyanya khawatir. Ternyata, ia masih punya rasa khawatir terhadapku. Ku pikir, semuanya sirna begitu saja.
“apa salah aku sama kamu?”
“kamu ga salah apa pun sama aku, Dave.”
“terus kenapa? Ada orang lain selaiin aku?” tundingku.
Lama ia tak menjawab. Lalu ia berkata. “iya..” jawabnya takut.
Aku menghela nafas berat. Tak menyangka semua ini terjadi padaku. Bukankah, semua keinginannya selalu kupenuhi meski kadang telat sedikit. Tapi, kenapa dia tega mengucapkan kata pisah hanya karena orang lain. “apa dia jauh lebih baik dariku?”
“enggak juga.” Jawabnya.
“apa dia lebih ganteng dari aku?”
Ia menatapku dalam-dalam sebelum menjawab. “enggak.”
Aku jadi bingung. Semua yang ku miliki lebih darinya. Lalu ku tanya lagi. “apa dia lebih kaya dari aku?”
Ia menggelengkan kepalanya tanpa berkata.
Lantas apa kelebihannya kalau semuanya milikku. “apa dia..” kata-kataku terputus. Karena dia langsung menyambernya.
“dia ga punya kelebihan apa-apa di banding kamu. Dia ga bisa buat puisi-puisi yang indah seperti yang sering kamu kasih ke aku dan dia juga ga bisa ngajak aku jalan-jalan ke taman hiburan yang mahal juga ga bisa kasih aku barang-barang mewah.  Tapi dia punya sesuatu yang bisa bikin aku jatuh cinta sama dia.”
“apa?”
“Iman.”
“iman?”
Ia menganggukkan kepalanya, mengiyakan. “bersama dia, aku jadi ngerti apa tujuan hidup aku. dia juga selalu kasih tahu aku tentang artinya hidup. Berbeda saat aku bersama kamu. Aku selalu merasa senang dan ga kekurangan. Aku ga perlu berusaha keras untuk mendapatkan apa yang aku inginkan karena kamu selalu memenuhinya dengan senang. Tapi setelah aku tahu, bahwa apa yang kita miliki sekarang dan dari mana asalnya serta untuk apa di gunakan. Semua itu, akan di mintai pertanggung jawaban, sejak itulah aku takut dengan semua kelakuan aku selama ini yang selalu kamu manjakan. Aku benar-benar minta maaf karena udah nyusahin kamu dengan permintaan-permintaan aku..”
“karena itu, kamu jatuh cinta sama dia?” tanya ku memastikan.
“iya. Dan bukan Cuma itu. Ia juga selalu memberitahuku tentang kehidupan di akhirat. Kemudian, hal itu bisa membuka mata hati aku yang selama ini selalu di tutupi oleh maksiat.”
Mendengar ucapannya. Aku tak bisa menghalangi lagi niatnya untuk memutuskanku. Aku sadar, di diriku banyak kekurangan. Tak seharusnya aku bersikap sombong dengan semua yang kumiliki ini. karena semuanya, cepat atau lambat akan di ambil dari tanganku baik secara paksa maupun sukarela. Akhirnya aku merelakannya, karena aku mencintainya bahkan sangat mencintainya. Aku rela karena aku ingin dia bahagia dunia dann akhirat. Mungkin, bila ia bersamaku, ia takkan mendapatkan keduanya karena aku tak bisa membimbingnya. Semoga Tuhan memberikan yang terbaik untuknya, meski bukan yang terbaik untukku.
**

Sebulan sudah terhitung sejak kami memutuskan berpisah. Tiba-tiba aku bertemu lagi dengan Seli di sebuah toko buku favoritku dan dia.
“hai, Sel. Apa kabar?” sapaku masih tetap hangat.
Ia terlihat kikuk. Lalu mennjawab. “baik, Dave.”
Singkat cerita, aku dan dia duduk berhadapan di sebuah cafe yang berada di mall yang sama, tempat kami ke toko buku tadi.
“gimana kabar pacar kamu?” tanyaku sekedar ingin tahu.
“pacar?” tanyanya terkejut.
“iya. Cowok yang waktu itu kamu ceritain ke aku yang bikin kita putus.” Ledekku.
Ia berpikir sejenak. Lalu menjawab. “aku ga pacaran sama dia.” Akunya, dengan perasaan malu padaku.
Aku kaget mendengarnya. Kalau demikian, berarti kami putus sia-sia. “kenapa? Bukannya kamu cinta dia?” tanyaku sambil mengenang perkataannya sebulan lalu.
“iya. Tapi, ternyata dia udah punya istri.” Jawabnya, pilu.
Aku terbelalak. Lalu timbul lagi hasrat untuk memilikinya. Setelah lama kami  berdiam diri. Akhirnya aku memberanikan diri berkata. “kamu mau ga nikah sama aku?”
Seli terkejut bukan main. Ia tak menyangka aku akan menembaknya lagi, walau dalam versi berbeda. Ia tak lantas menjawab.
Aku menunggunya sampai beberapa menit. Lalu ia berkata. “aku ga bisa..”
Aku lemas mendengarnya. Dua kali sudah aku merasa gagal. Tapi kali ini, aku tak mau mendengarkan alasannya. Aku takut, akan menyakitkan lagi.
“aku ga bisa nolak, maksudnya.” Lanjutnya.
Aku terpana. Aku benar-benar tak menyangka akan di terima lagi. Terima kasih Tuhan karena telah memberikan kesempatan ini lagi padaku. Aku janji, aku akan memberikan yang terbaik sesuai yang Kau kehendaki. Aku akan menjaganya hingga tubuh kami menjadi renta dan akhirnya kembali padaMu. Aku akan memberinya makan dan pakaian dengan uang yang halal dan dari hasil kerja kerasku. Aku akan memenuhi haknya sebagaimana ia memenuhi hakku. Aku akan berhias untuknya seperti ia telah berhias untukku.
Ya Tuhan. Jadikanlah, ikatan ini sebagai tanda kasih kami kepadaMu. Serta jadikanlah kami pasangan yang saling mengerti di kala susah dan berbagi saat senang. Serta, jadikanlah pandangan kami hanya tertuju pada jalan yang Kau ridhoi. Juga, jadikanlah setiap genggaman tangan kami sebagai tanda runtuhnya setiap dosa kami. Amin.



 


Si pengganggu


        Sudah setahun ini aku selalu di kejar-kejar cowok aneh. Dari pagi sampai malam, kerjaannya Cuma menggangguku saja. Mulai dari sekedar SMS yang isinya sok perhatian gitu sampai kirim kata-kata mutiara. Kalau sms nya ga di bales, dia langsung isiin aku pulsa. Mungkin dia pikir, aku ga bales sms nya karena ga punya pulsa kali ya. Padahal, emang akunya aja yang males ngeladeni dia. Tak jarang pula, ia meneleponku. Tapi, jarang ku angkat. Kalau disahutin, bisa-bisa gede rasa deh dia. Tapi, karena merasa tak enak hati sudah di kirimin pulsa, akhirnya mau ga mau aku membalas sms nya dan sesekali menjawab teleponnya. Walaupun Cuma sekedar ucapan terima kasih sambil ngedumel dalam hati.
Sebenarnya, sudah sering kali aku memberitahukannya bahwa aku tak suka di berikan sesuatu apapun itu darinya. Karena aku takut semua yang telah ku terima akan menjadi ungkitan, kelak. Lagi pula, aku takut tak bisa membalas semua perhatiannya dengan ketulusan. Tapi, sesering aku menolak maka sesering itu pula ia berusaha meyakinkanku bahwa ia tak bermaksud menyogokku.
Aku tahu, ia tak bermaksud demikian. Tapi, semua yang ia berikan adalah berdasarkan niat dan maksud tertentu. Itulah yang membuatku berat menerimanya. Karena, sampai sekarang aku belum juga bisa memahaminya apalagi menerimanya sebagai pacar.
Tak dapat mengertikah ia tentang perasaanku? Harus berapa kali dan berapa banyak ku katakan padanya, bahwa aku tak bisa memaksakan hati ini untuk menerimanya. Namun, ia selalu menjawab. “aku tak pernah memaksa. Aku hanya berusaha dan berproses, mungkin suatu saat kamu bisa menerimaku. Seperti halnya seseorang yang hendak memakai pakaiannya. Ia tak lantas begitu saja memakai pakaiannya, kecuali di awali dengan proses terlebih dulu. Dan prosesnya itulah yang akan menentukan hasil dari penampilannya.”
Kadang aku tak mengerti dengan apa yang di katakannya. Rasanya, ucapannya terlalu tinggi untukku, hingga tak bisa ku cerna dengan cepat.
Ia pun pernah berkata padaku. “setiap usaha pasti akan menghasilkan sesuatu. meski pada akhirnya sesuatu itu bukan yang kita inginkan. Tapi, kita tidak boleh berkecil hati. karena sekeras apapun usaha dan seindah rencana, tetap Allah yang punya kuasa dan pasti itu yang terbaik meski yang terbaik tak selalu jadi yang terindah”
Aku menghela nafas panjang. Aku jadi teringat dengan Farabi, cowok yang tak kenal menyerah untuk mendekatkan diri denganku. Tapi, mengapa tiba-tiba aku merindukannya dan selalu mengenang ucapan-ucapan sufinya. Mungkin, karena sudah tiga hari ini ia tak menggangguku lagi, ia pun tak lagi menghubungiku walaupun sekedar sms yang isinya. “Mikum.. (Assalamualaikum)”
Saat ini, aku jadi mati gaya tanpanya. Padahal, sebelumnya aku selalu sebel bila ada dia atau bila dia menghubungiku. Tapi, kini keadaannya terbalik. Aku jadi tak mengerti dengan perasaanku sekarang. Sebaiknya, apa yang harus kulakukan?
Kalau biasanya, setiap harinya aku selalu mendapatkan kejutan darinya. Entah berupa hadiah lucu atau makanan favoritku. Tapi, sudah tiga hari ini aku tak mendapatkannya walaupun sekedar sapaan hangat darinya.
Aku sungguh merasakan ada yang hilang dari diriku. Mungkin, karena selama ini aku terbiasa dengan gangguannya dan sekarang ia tak lagi menggangguku. Aku malah jadi tak terbiasa dengan hal yang baru ini. aku sungguh merindukannya.
Bila pulang sekolah atau berangkat sekolah, ia selalu menyodorkan diri sebagai tukang ojek gratisan demi untuk bisa deket sama aku. bersedia menghantar jemputku. Namun kali ini ia tak terlihat sama sekali.
Dulu, sering ku tolak kehadirannya, tapi ia tetap tak bergeming. Ia terus bertekat untuk tetap mendekatiku. Berbagai cara dilakukannya. Hingga membuatku jengah. Namun aku juga tak tahu harus berbuat apa lagi untuk menghindarinya. Ia adalah orang yang pantang menyerah. Tapi, sejak aku tahu ia menghindariku. Aku malah kesal dan cemburu. Aku jadi sering uring-uringan ga jelas dan selalu berharap ia akan menggangguku lagi walau Cuma sekedar lewat sms lebay.
Bila aku ingin pergi kesuatu tempat, maka ia akan buru-buru pasang badan untuk menghantarku. Saat itu, aku hanya bisa menghela nafas berat. Di tolakpun percuma, sampai capek mulut ini ngomongnya agar ia tak usah menghantarku. Tapi, dia tetap bersikeras mendampingiku. Namun, sekarang. Saat ia tak lagi mempedulikanku, aku justru berharap ia menawarkan kesetiaannya lagi seperti dulu.
Aku tak mengerti, kemana perginya perasaannya itu? Mengapa ia mendadak menjauhiku dan mengabaikanku? Padahal sebelumnya, ia masih mengirimkanku sms yang isinya: (sebuah gitar)                        
     .+””+..--.                
  (  #=0==,====<> 
     ‘+...+-‘”-‘
“Permisi Ibu/Bapak, numpang ngamen..
Balonku ada lima.. rupa-rupa warnanya.. yang nulis mau tanya..? Cintamu untuk siapa??”
Aku tertawa kecil setelah membacanya. Tapi ku abaikan begitu saja sms darinya. Dan sms itu pula yang terakhir darinya. Karena setelah itu, ia terlihat lebih cuek dengan ku dari biasanya. Mungkinkah, ia sudah bosan mengejar cintaku? Atau sudah ada yang jauh lebih menarik hatinya dan baik hati padanya di banding aku yang selalu mengabaikan ketulusannya?
Mungkin aku terlalu banyak berpikir, hingga melewatkan begitu banyak kesempatan. Selama ini, aku telah menyianyiakan ketulusan darinya dan sekarang justru aku yang mendambakannya.
Apakah setiap orang baru akan menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan orang yang selama ini dia ga peduliin padahal sebenarnya sangat berarti, setelah dia benar-benar sadar kalau dirinya sudah diabaikan?

***

Pagi ini, aku berangkat ke sekolah lebih awal. Selama di perjalananku menuju sekolah, aku tak henti-henti celingukkan mencari-cari sosok Farabi yang biasanya menjemputku untuk berangkat sekolah bersamanya. Tapi, ia tak ada. Ia benar-benar terkena amnesia terhadap cintanya padaku. Tapi, kenapa harus di saat aku mulai menyukainya?
Beberapa hari ini, aku selalu mencari informasi melalui sahabatku tentang Farabi. Kemudian, sahabatku bilang padaku katanya. “Cyella, kayaknya Farabi udah punya pacar deh.” Kata Rifa, sahabatku. Menduga.
Saat ini kami sedang berada di lapangan outdoor, karena sedang ada pelajaran olahraga. Lalu aku berkata pada Rifa. “lo kata siapa?” tanyaku penasaran.
“kemaren, gue liat sendiri. Dia boncengin cewek, anak IPS..” jelasnya.
Aku merengut. Cemburu gila. Rasanya, aku ingin melabrak cewek itu. Tapi siapa aku?
“lo ga apa-apa, Cyell?” tanya Rifa memastikan. Aku mengangguk mengiyakan. Lalu ia melanjutkan kata-katanya. “mungkin, dia udah capek kali ngejar-ngejar lo terus. Tapi yang di kejar-kejar ga pernah merespon baik.”
Aku memang sedang menyadari hal itu sekaligus menyesalinya. Namun mau apa lagi, kalau cinta sudah tak berpihak padaku.
***

Farabi sedang asik menikmati permainan Bolling bersama teman-temannya. Lantas salah satu dari temannya yang bernama Akil berkata. “lo udah ga deketin Cyella lagi?”
“ga..” sahut Farabi setelah melemparkan Bolling.
“kenapa? Nyerah?” tanya Junot, salah satu temannya juga. Meremehkan.
“bukannya gitu. Tapi, gue Cuma mau kasih jeda aja buat Cyella biar dia ga jengah sama gue.” Aku Farabi.
“trus, Manda siapa?” tanya Akil lagi.
“Cuma temen.” Jawab Farabi santai.
“temen tapi ngarep?” ledek Junot.
Lalu ketiganya tertawa renyah.
“tapi, kalau gue liat kayaknya Manda suka sama lo, Bi. Lagipula, Cantikan Manda juga dari pada Cyella. Mendingan lo jadian sama Manda aja!” ujar Akil.
“dia mau cantik kek, orang kaya lah atau apa lah. Buat gue, itu Cuma cashing aja. Yang penting itu akhlaknya, man!” sahut Farabi.
“Emangnya, Manda akhlaknya ga baik?” tanya Akil lagi.
“bukannya ga baik. Tapi gue, udah terlanjur cintanya sama Cyella.”
“tapi, Cyella ga ngerespon apa-apa. Lo Cuma di manfaatin doang sama dia.” Celetuk Junot.
“dia ga pernah manfaatin gue.”
“udahlah, lupain Cyella!” saran Akil. “..kadang kita suka ga nyadar, kalau sebenarnya cinta sejati kita itu berada sangat dekat dengan kita. Tapi karena hati kita sedang tertipu dengan ego, maka kita tak menyadarinya.” Nasehat Akil sok bijak. Padahal, boleh ngebajak.
“sotoy lo!” semprot Farabi sambil cengengesan.
“yee, ga percaya lo kalau di bo’ongin.” Ujar Akil mengeyel, bercanda.
Ketiganya kembali tertawa menanggapi ucapan Akil.
Lalu Akil melanjutkan lagi kata-katanya. “..rembulan purnama aja ga akan terlihat keindahannya kalau tertutup gumpalan awan kelam.” Lanjutnya.
“bahasa lo, Coy. Ketinggian.” Ledek Junot. Sementara Farabi hanya cengar-cengir ga jelas.
***

Cyella tertegun tak percaya dengan apa yang di lihatnya. Suatu pemandangan yang menyedihkan buatnya. Karena saat ini, Farabi sedang asik duduk di kantin bersama dengan Manda. Mereka nampak terlihat akrab dan mesra. Tentu saja, hal itu membuat Cyella makin terbakar cemburu.
Sesekali Cyella menghela nafas berat. Ia tak sanggup menyaksikan sinetron fakta ini. ia tak rela, bila posisinya di gantikan cewek itu. Ia merasa, dirinyalah yang pertama kali bisa membuat Farabi jatuh cinta dan bersemangat.
Lalu, di saat ada kesempatan yang kebetulan, karena mereka berpapasan di koridor sekolah. Cyella memberanikan dirinya untuk bicara pada Farabi.
“hai..” sapa Cyella, kikuk.
“hai?” sahut Farabi setengah tak percaya. Dalam hati kegirangan ga puguh lagu.
Lama mereka berdiri tanpa saling bicara. Hanya sesekali, keduanya saling bertatapan singkat.
Farabi belum pernah melihat Cyella seperti ini. sehingga ia merasa heran dengan sikap Cyella yang berubah aneh. Lalu ia membuka percakapan terlebih dulu karena ia tahu, Cyella takkan mengalah untuknya. Walaupun, sudah tersangka menyerah.
“..pulang sama siapa?” tanya Farabi basa-basi.
“sendiri.” Jawabnya hangat berbeda dari kebiasaannya.
Farabi makin yankin kalau Cyella memberi sinyal baik padanya. Lalu ia berkata lagi. “mau di anter ga?”
“ga usah. Nanti cewek kamu cemburu.” Tolak Cyella sambil menyindir dengan nada sinis.
“cewek?” gumam Farabi. Ia berpikir sejenak. Lalu berkata. “dia bukan pacar aku.” ralatnya dengan cepat setelah menyadari sesuatu.
Diam-diam Cyella bernafas lega. Lalu ia berkata dengan nada manja karena terlalu merindukan Farabi. Katanya. “tapi kenapa deket banget?”
Farabi tersenyum sumringah mendengar nada ucapan Cyella yang tak lain dan tak bukan karena di dasari oleh cemburu. Lalu ia berkata. “kamu cemburu, ya?” godanya.
Cyella mati gaya karena kepergok isi jeroannya. Wajahnya merona, tersipu malu.
Farabi faham aura Cyella.
Tiba-tiba. Manda menghampiri mereka. “Abi, ayo kita pulang!” ajak Manda, karena mereka memang sudah janjian pulang bareng.
Lantas, tanpa berkata lagi. Cyella bergegas meninggalkan Farabi dan Manda. Kini, Farabi dilema. Lalu ia memutuskan untuk mengejar Cyella dan meninggalkan Manda, tentunya setelah meminta pengertian Manda.
“Cyell!” seru Farabi setengah berteriak karena jarak mereka masih agak jauh.
Cyella ngambek. Ia tak menoleh apalagi menghentikan langkahnya. Sementara, Farabi terus berlari menghampiri Cyella. “Cyell..” panggilnya, terengah-engah sambil berjalan mengiringi langkah Cyella yang tergesa-gesa karna marah.
“Cyell, kamu marah ya?”
Yang di tanya tak menyahut hanya terus berjalan dengan tampang kesal.
Farabi tak kehabisan akal. Lalu ia segera mendului langkah Cyella. Kemudian membalikkan badannya, menghadap Cyella. Setelah itu, berlutut di hadapan Cyella seraya berkata. “walaupun kamu bisa membohongi seluruh dunia tentang perasaan kamu. Tapi Tuhan tahu apa yang kamu pikirkan, meski Tuhan takkan bilang siapa-siapa. Tapi, pada akhirnya, diri kamu sendiri yang menunjukkannya apa yang kamu butuhkan sebenarnya.”
Cyella melongo melihat aksi Farabi yang nekat sambil berusaha mencerna ucapan Farabi. Kali ini, ia tak mau lemot lagi. Lalu ia berkata. “ternyata benar, Tuhan sayang sama orang yang sabar dan ikhtiar. Buktinya, usaha kamu menghasilkan sesuatu yang kamu inginkan.”
“Maksudnya?” tanya Farabi tak faham.
“usaha kamu ngedeketin aku selama setahun.. berhasil, buat aku jatuh nyusruk..” aku Cyella dengan meledek.
Farabi mengerti. Lalu ia bangkit dan berdiri berhadapan dengan Cyella. Kemudian berkata. “apa sekarang, cinta udah berpihak sama aku?” tanyanya memastikan.
Cyella mengangguk pelan, tersipu malu.
Farabi gembira tak terkira. Lalu berjingkrak-jingkrakan di depan Cyella tanpa sadar. Cyella menertawainya. Farabi tak mempedulikannya yang penting sekarang ia sedang happy.
Namun, di balik kebahagiaan Cyella dan Farabi. Justru, Manda menjadi galau karena cintanya tak sampai pada Farabi. Tapi, ia tak ada niat sedikitpun untuk membenci Cyella apalagi menghalangi cinta mereka.
Ini benar-benar pelajaran untuk Cyella. Bahwa, terkadang seseorang yang kita tidak harapkan keberadaannya ternyata bisa membuat kita tak berdaya tanpa kehadirannya.
Mulai sekarang. Kita harus belajar menghargai orang lain meski mungkin ada luka yang tersemai di hati kita karenanya. Tapi dengan menghargai orang lain, maka kita telah mendapatkan penghargaan yang lebih baik dari pada seorang pemenang.