Rabu, 21 Desember 2011

first love (eps. 1)


 Masa sekolah adalah masa yang paling indah. Masa, dimana aku memiliki banyak teman. Banyak cerita dan juga ada cinta.
Kunikmati persahabatan kami. mulai dari senang sampai sedih, dari tangis hingga tawa. Mereka memang sahabat yang baik. Mereka selalu bisa memahamiku dan akupun belajar untuk memahami mereka, walau belum bisa sepenuhnya memahami mereka.
Aku bersahabat dengan dua orang teman sekelasku. Namanya Sabrina dan Pithri. Sabrina orangnya cantik dan menarik, tapi ia pemilih dalam segala hal. Berbeda dengan Pithri, ia orang yang netral dan cuek. Kalau aku.. aku adalah orang yang tak pernah bisa mengungkapkan keinginanku kepada orang lain. Hingga akhirnya, aku hanya selalu memendamnya sendiri tanpa tahu apa yang harus di lakukan. Kami bertiga memang bersahabat, tapi kami berbeda. Baik dari fisik maupun sifat. “Ya jelas lah beda, kita kan bukan anak kembar yang terlahir dari satu rahim yang sama.” Itulah jawaban kami kalau ada yang komentar tentang perbedaan di antara kami.
Suatu ketika. Sabrina di taksir oleh teman sekelas kami juga. Namanya Chandra. Ia adalah ketua kelas kami. orangnya tak terlalu ganteng, tapi cukup tajir. Bahkan, belum jadian dengan Sabrina pun ia selalu mentraktir kami makan di tempat yang spesial.. tak jarang juga, ia memberi kami benda-benda mahal. Seperti gelang tangan, kalung, baju dan lain-lain. Meski sudah sering pula aku dan Pithri menyindirnya dengan kata-kata. “..nyogok kita nih, supaya di comblangin sama Sabrina?”. Tapi  jawabannya hanya, “..enggak lah.. gue bukan orang kayak gitu, kali.”
Jawabannya tak kami hiraukan, yang penting pemberiannya. Hehe..
Sebenarnya Sabrina tak suka bila Chandra sering memberi kami ‘sesuatu’. katanya, “kalian kenapa sih, selalu nerima pemberian dari Chandra?” ujarnya ketus.
“kenapa? Iri ya. Bilang aja lo juga mau. Ya kan?” godaku.
Pithri tertawa renyah menanggapi ucapanku. Namun, Sabrina justru marah padaku. Aku jadi tak enak hati dengannya. Lalu, aku coba membujuknya agar ia mau baikkan denganku. Setelah beberapa saat berusaha merayunya dengan iming-iming ku traktir makan mie ayam favorit kami, akhirnya ia luluh juga. Lalu aku berkata. “..tapi, yang bayar Chandra, lho.” Ledekku lagi. Sabrina kembali ngambek. Tapi segera ku ralat kata-kataku. “bercanda, kok.”.
**
Keesokkan paginya. Aku datang ke sekolah terlalu pagi, karena hari ini aku harus menyiapkan data-data untuk di bawa ke rapat Osis, jam pulang sekolah nanti. Tentunya setelah aku konfirmasi ke ketua Osis terlebih dulu. Yaitu, Fadhil. Ia adalah orang yang tegas dan penuh ambisi. Tapi ia bukan orang yang egois. Tak heran bila ia di gemari kaum hawa seantero sekolah kami. pasalnya, selain wajahnya yang tampan. Ia juga menduduki tempat jawara, karena kecerdasannya. Terlebih lagi, kini ia menjabat menjadi ketua Osis. Lengkap sudah kesempurnaanmu, Nak!
Lalu aku menghampiri Fadhil di perpustakaan, karena sebelumnya kami sudah janjian akan bertemu di sana. Lalu, tanpa maksud lain aku segera memberikan dokumen tersebut ke padanya dan segera bergegas pergi.
Tiba-tiba ia memanggilku kembali. “Wulanda!”
Langkahku terhenti. Lalu ku balikan badanku ke arahnya.
Kemudian ia berkata lagi setelah kami saling berpandangan. “..datanya masih ada yang salah. Tolong bantuin gue, perbaikinya ya.” Pintanya santun. Dan ia memang selalu santun dengan siapa pun. Enggak heran deh, kalau aku juga masuk nominasi kategori penggemar beratnya. Tapi, aku jauh lebih beruntung di banding Fans Loversnya Fadhil yang lain. Sebab, aku bisa dekat dengan Fadhil kapan saja di mana saja. Karena aku adalah sekertarisnya.
Hhuuuhf. Baru jadi sekertaris saja, sudah bangga benar.
Lalu aku menganggukkan kepala, mengiyakan. Lalu kami segera mengambil posisi di depan komputer perpustakaan. Lalu tanganku mulai kreatif menekan keyboard, meralat data-data yang salah. Sementara Fadhil yang memberi instruksi.
Makin lama, semakin banyak murid yang sudah berdatangan. Tak sedikit pula Fans Loversnya Fadhil masuk ke dalam perpustakaan setelah mereka tahu bahwa idolanya ada di dalam.
Aku jadi risih, setelah makin marak cewek-cewek ini tebar pesona dengan idolanya. Tapi, Fadhil tak bergeming. Ia tetap fokus denganku. Eh, maksudnya dengan tugasnya beersamaku.
Banyak yang bilang kalau sebenarnya aku punya banyak ke sempatan untuk bisa jadi pacarnya Fadhil karena kami sering bertemu dan bertukar pikiran. Ada juga yang bilang, kalau seandainya aku bisa lebih agresif lagi, seperti para Fansnya, maka pasti Fadhil akan tertarik denganku. Tapi, aku hanya bisa berkata. “maaf, ya. gue bukan cewek seperti itu.” Sangkalku. Padahal, kalau boleh jujur. Sebenarnya aku mau banget melakukan segala cara untuk mendapatkan cintanya. Tapi, inilah aku. aku orang yang pasif dan ga bisa mengungkapkan apa yang ku inginkan.
Akhirnya, kami sudah menyelesaikan data-data tersebut.
“terima kasih ya, Wulanda.” ujarnya dengan senyuman manis.
“iya, sama-sama.” Jawabku dengan senyum simpul menahan deg-degan yang sudah dari tadi ku rasakan mulai dari pertama bertemu dengannya.
Padahal ini bukan pertama kalinya aku bertemu dengannya. Tapi, entah mengapa aku selalu kena demam Fadhil setiap kali bertemu dengannya.
“Ya Allah. Semoga ini bukan pertanda buruk untukku. Aamiin.”
                                         **

Sepulang sekolah. Para anggota Osis berkumpul di ruang Osis untuk melaksanakan rapat mengenai artikel sekolah yang akan di luncurkan seminggu lagi.
Chandra, yang juga teman sekelasku sekaligus ke tua kelasku. Ia bertugas membuat artikel tersebut yang bertemakan ‘seks bebas di kalangan remaja’. Namun, hingga kini artikel tersebut belum juga selesai.
“kenapa belum lo selesai’in?” tanya Fadhil tegas.
Lalu. Belum sempat Chandra menjawab. Tiba-tiba Pithri nyeletuk. “kebanyakan mikirin Sabrina, sih!”
Semua yang berada di ruang rapat, kontan menyoraki Chandra menimpali ucapan Pithri. Kecuali Sabrina yang merengut.
“ah. Enggak, juga.” Sangkal Chandra dengan muka memerah karena malu.
“terus, kenapa belum di serahin ke gue?” tanya Fadhil lagi.
“ya udah. Gue minta waktu satu hari lagi. Pasti gue serahin ke lo.” Katanya yakin.
Fadhil menghela nafas dan berpikir sejenak sebelum berkata. “tapi, kalo sampai lo ga selesaikan artikelnya, gue akan kasih lo sangsi!” ancem Fadhil tak main-main.
“iya..” jawab Chandra, sedikit gentar.
Rapat break.
Di sela-sela break. Tiba-tiba Agustin heboh dengan cerita barunya yang ia kutip dari sebuah radio. Lalu Agustin berkata. “eh, mau denger cerita lucu ga?” tanyanya ke seluruh anggota rapat.
“mau dong.” Sahut Pitri dan Sabrina nyaris berbarengan. Mereka berdua sudah sering mendengar cerita lucu dari Agustin yang mampu memancing gelak tawa mereka. makanya, saat Agustin menawari mereka untuk mendengarkan ceritanya, lantas saja mereka penasaran.
Sementara yang lain tak menjawab. Tapi, masing-masing mereka menyiratkan keinginan untuk mendengarkannya juga.
Agustin memulai ceritanya. “..suatu hari, pada jaman nabi Sulaiman. Waktu para binatang masih bisa bicara. Ada seekor tikus dan Emak tikus lagi jalan di pinggir got..” cerita Agustin terputus karena Lalang keburu nyamber kata-katanya.
“..emang jaman dulu ada got?” selak Lalang.
Yang lain tertawa kecil mendengar pertanyaan Lalang yang meledek.
“udah, sih. Anggap aja ada.” Sahut Agustin nyolot sambil tertawa mmengekeh kecil. Lalu Agustin kembali bercerita. Katanya, “..mereka jalan sambil cerita. Tiba-tiba, di atas kepala mereka ada seekor kelelawar yang terbang.” Kata Agustin sambil menirukan kelelawar terbang dengan menggunakan tangannya seraya menirukan suara kelelawar tersebut. “Weng..”
“boleh request ga?” protes Lalang lagi. “suara kelelawarnya jangan ‘weng’ dong! Ga enak banget di dengernya.”
Yang lain jadi tertawa mengikik mendengar ucapan Lalang. agustin merengut, karena sejak tadi ia selalu di protes oleh temannya yang nyebelin ini. lalang memang orang yang super duper nyebelin. Pasalnya, ia suka menjaili teman-temannya yang lain, terutama Agustin.
“udah sih, Lang. Jangan protes melulu!” gertak Agustin, namun dengan tawa pula. Karena ia juga menyadari bahwa suara kelelawar yang ia ciptakan itu memang aneh.
“bukannya, gitu. Masalahnya nanti kalo gue mau cerita lagi ke orang, masa suara kelelawarnya bunyinya ‘weng!’?” goda Lalang lagi.
Yang lain tertawa lagi.
“weng!” ledek Lalang lagi meniru gaya Agustin sebelumnya saat ia menirukan kelelawar terbang. Yang lain kembali tertawa menimpali gurauan Lalang.
“Lang! Ga gue lanjutin lagi nih!” kata Agustin ngambek.
“orang, tadi ada kelelawar lewat.” Ledek Lalang tak henti-henti.
Yang lain tertawa kecil lagi menimpali guyonan Lalang.
Lalu Agustin pun melanjutkan ceritanya. Sementara yang lain menyimaknya dengan seksama. Lalang pun tak berkomentar apa-apa lagi sampai Agustin selesai bercerita. Agustin berkata. “terus, si tikus nanya sama emak tikus. Katanya, “mak, mak. Barusan apaan yang lewat di atas kepala kita, mak?”. Terus emaknya, ngejawab. “oh, itu namanya kelelawar, nak.” Terus si tikus bertanya lagi sama emaknya. “mak, mak. Tapi kok, mukanya mirip kita sih?” terus emaknya menjawab. “iya, nak. Sebenernya kelelawar itu masih sodara sama kita. Cuma waktu dia sekolah, dia ngambil jurusan penerbangan.” Cerita Agustin.
Lalu yang lain tertawa biasa. Kemudian, terdengar suara Fadhil berkata. “udah, Cuma gitu doang ceritanya?” tanya Fadhil karena tak puas dengan ending ceritanya.
Kemudian Lalang berkata. “sebenernya, masih ada lanjutannya lagi.”
Yang lain heran. Termasuk Agustin. Lalu Agustin berkata, “udah habis kali ceritanya.”
“iih, ga percaya. Kan, terus si tikusnya ngomong lagi sama emaknya. Katanya, “Mak, untung ya aku sekolahnya ga ngambil jurusan penerbangan.”
“kok bisa? Kenapa?” sekarang giliran Agustin yang protes.
Lalu di jawab oleh Lalang. “iya, soalnya kalau aku sekolah jurusan penerbangan, nanti terbangnya bunyinya ‘weng!” ledek Lalang setengah tertawa, masih dengan topik awal sewaktu Agustin menirukan suara kelelawar dengan suara dan kata-kata yang aneh.
Yang lain tertawa terbahak. Tak terkecuali Agustin.
“sarap lo!” semprot Agustin.
                                                     **

Usai rapat Osis. Aku dan Pithri bergegas pulang. namun, sejak tadi kami tak melihat Sabrina.
“Sabrina kemana ya?” tanyaku pada Pitrhi sambil celingukkan mencari sosok Sabrina.
“kayaknya, tadi masih di ruang rapat deh.” Sahut Pithri.
Lalu kami memutuskan untuk menunggu Sabrina. Tapi, sudah setengah jam berlalu ia belum juga muncul-muncul di depan kami. Lalu aku berinisiatif untuk menelponnya.
“hallo..” sapa Sabrina setelah mengangkat telepon dariku.
“..lo dimana?” tanyaku, masih sambil celingukkan.
“eh, sorry. Gue udah nyampe rumah. Tadi gue pulang di anterin Fadhil.” Jawabnya dengan nada senang tanpa rasa bersalah.
Mendengar hal itu. Aku tak menjawab dan tak berkata apapun lagi. Aku lantas saja memutus hubungan teleponku.
“kenapa, Lan?”
“dia udah pulang.” jawabku dengan roman kesal.
“iih, ngeselin banget ya. Kita udah capek-capek nungguin, malah di tinggalin!” dumel Pithri sewot.
Lalu aku dan Pithri segera meninggalkan sekolah dan kemballi ke rumah masing-masing.
Aku kesal, bukan karena Sabrina meninggalkan kami tanpa pamit terlebih dulu. Tapi aku jadi marah saat ia bilang kalau ia pulang di hantar oleh Fadhil.
Harusnya, aku tak boleh marah. Lagi pula, Fadhil bukan siapa-siapa aku. ya kan?
Ga tahu kenapa, belakangan ini aku jadi sering cemburu kalau Fadhil dekat dengan cewek lain. Padahal sebelumnya, aku selalu bersikap biasa saja layaknya Fans Loversnya yang lain, yang selalu mengelu-elukannya. Tapi kini, aku jadi sering mikirin dan kebayang-bayang dia, bahkan pernah sampai ke bawa mimpi.
Ya Ampun! Wajarkah ini?
Beberapa menit kemudian setelah aku sampai di rumah. Sabrina menelponku. Ia meminta maaf padaku karena telah meninggalkanku dan juga Pithri. Tanpa panjang lebar, aku langsung saja memafkannya. Kemudian, karena rasa penasaranku aku memberanikan diri untuk bertanya padanya mengenai hubungannya dengan Fadhil.
Lalu ia menjawab. “gue lagi pendekatan..”
Oh, ya ampun. Aku lemas mendengarnya. Jujur saja, kalau aku di suruh untuk bersaing dengan Sabrina nyaliku sudah ciut duluan. Secara, dia adalah cewek tenar dengan kecantikan luar biasa dan anggun pula serta lemah lembut, tentunya percaya diri tinggi. Terlebih lagi ia adalah ketua kelompok Chiliders. Ekskul terpopuler di sekolah kami. sedangkan aku, aku hanya anggota Chiliders dan aku mungkin bukan orang yang menarik.

                                         Bersambung


 

1 komentar:

  1. ok, makasih juga ya Aisha udh sudi mampir ke blog gue. gue akan selalu tunggu komentar-komentar lo. :)

    BalasHapus